Kamis, 23 April 2020

Perbedaan dan Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang-Sidang BPUPKI dan PPKI

Pada tanggal 28 Mei 1945, BPUPKI mengadakan acara pelantikan sekaligus pembukaan masa sidang yang pertama di gedung Chuo Sangi In (gedung Volksraad saat masa Belanda, kini bernama Gedung Pancasila). Sidang resmi baru dilakukan keesokan harinya pada tanggal 29 Mei 1945 dengan prmbahasan mengenai Dasar Negara. Pada sidang perta, ada 3 orang yangmebrikan pendapat mengenai Dasar Negara, mereka adalah Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno.

Gagasan Soekarno mengenai rumusan lima dasar negara Indonesia yang dikenal dengan Pancasila tersebut, menurutnya bisa diperas lagi menjadi Trisula (tiga sila) yaitu (1)sosionasionalisme, (2)sosiodemokrasi (3) Ketuhanan yang berkebudayaan. Soekarno mengatakan lagi bahwa jika ingin diperas lagi, maka bisa dibuat menjadi Ekasila (satu sila) yaitu gotong royong. Gagasan Soekarno ini sebenarnya menunjukkan bahwasanya rumusan dasar negara yang dikemukakannya berada dalam satu kesatuan.

Pidato dari Soekarno tersebut sekaligus mengakhiri masa persidangan pertama BPUPKI. Setelah itu, BPUPKI mengumumkan masa reses atau masa istirahat selama sebulan lebih.

Masa Reses BPUPKI (Antara Sidang Pertama dan Sidang Kedua)
Hingga masa sidang pertama BPUPKI berakhir, belum ada titik temu kesepakatan mengenai perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat. Sehingga dibentuklah Panitia Sembilan yang bertugas menggodok berbagai masukan konsep dasar negara yang sebelumnya telah dikemukakan oleh anggota BPUPKI. Berikut susunan kenggotaan panitia sembilan:

Ketua: Ir. Soekarno
Wakil ketua: Drs. Mohammad Hatta
Anggota:
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo
Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H.o
Kiai Haji Abdul Wahid Hasjimo
Abdoel Kahar Moezakiro
Raden Abikusno Tjokrosoejoso
Haji Agus Salim
Mr. Alexander Andries Maramis

Setelah perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak islam). Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dikenal dengan Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, yang saat itu disebut sebagai Gentlement Agreement. Menurut Piagaam Jakarta, dasar negara Republik Indonesia berbunyi:
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain dua sidang resmi BPUPKI, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi tersebut dipimpin oleh Bung Karno dan membahas mengenai rancangan “Pembukaan “(Preambule) Undang-Undang Dasar 1945.

sidang PPKI
Sidang Kedua BPUPKI (10 Juli-17 Juli 1945)
Pada sidang resmi kedua BPUPKI ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara dan pendidengajaran. Pada sidang ini juga, anggota BPUPKI dibagi menjadi panitia-panitia kecil diantaranya Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso) dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas lagi tentang pembentukan panitia kecil di bawahnya yang memiliki tugas khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, panitia kecil tersebut beranggotakan 7 orang, diantaranya yaitu:

Ketua: Prof. Mr. Dr. Soepomo
Anggota:
Mr. KRMT Wongsonegoro
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo
Mr. Alexander Andries Maramis
Mr. Raden Panji Singgih
Haji Agus Salim
Dr. Soekiman Wirjosandjojo

Pada 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya yang bertugas merancang isi Undang-Undang Dasar.

Pada 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :

1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan “Undang-Undang Dasar 1945”, yang isinya meliputi :

Wilayah negara Indonesia sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang wilayah Sabah dan wilayah Serawak negara Malaysia, serta wilayah Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang wilayah negara Timor Leste) dan pulau-pulau di sekitarnya,
Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan,
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik,
Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih,
Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
BPUPKI telah mengadakan sidang dua kali dan menghasilkan keputusan yang penting bagi negara Indonesia. Namun, jangan dibayangkan kalau dalam setiap sidang-sidang BPUPKI tidak terdapat perbedaan pendapat. 

Dalam setiap persidangan BPUPKI selalu muncul beberapa perbedaan pendapat mengenai rumusan dasar negara, mukadimah, dan batang tubuh undang-undang dasar (UUD). Dalam sidang BPUPKI I terdapat dua golongan yang berbeda pendapat. Berikut ini kedua golongan tersebut.

1. Golongan Islam yang menginginkan Indonesia ditegakkan menurut syariat Islam.
2. Golongan Nasionalis yang menginginkan Indonesia ditegakkan berdasarkan paham kebangsaan.

Dalam sidang BPUPKI II muncul perbedaan pendapat mengenai bentuk negara. Mereka memperdebatkan bentuk negara kerajaan (monarki), negara Islam, negara federal, dan negara republik. Akhirnya dipilihlah bentuk negara republik. 

Pada sidang PPKI juga muncul beberapa perbedaan pendapat mengenai wilayah negara, pemilihan presiden dan wakil presiden, rumusan dasar negara, kementerian, serta pembagian daerah. Dalam sidang PPKI, perdebatan antara golongan nasionalis dan golongan sekuler muncul kembali. Perbedaan tersebut terutama mengenai sila pertama dalam rumusan dasar negara.

Golongan Islam menginginkan tetap seperti pada Piagam Jakarta yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”. Setelah melalui perdebatan dan demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, akhirnya semua

golongan menerima sila pertama berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Penetapan ini memberikan keleluasaan bagi perbedaan agama dan kepercayaan yang dianutnya.

Itulah Perbedaan dan Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang-Sidang BPUPKI dan PPKI semoga bermanfaat bagi agan.